Hoax, seperti halnya narkoba, dibenci, dicaci-maki, dikutuk habis, membuat para mahasiswa sistem informasi kebingungan karena tidak sesuai teori-teori yang dipelajari, produsen & pengedarnya akan diburu polisi cyber, tetapi hoax tetap tumbuh subur, tetap dicari & dikonsumsi. Bukan karena apa-apa, tetapi hanya semata-mata, hoax mampu memenuhi kebutuhan manusia untuk memanjakan sensasi-sensai di jalan pikirannya. Selama mnusia kecanduan dengan berbagai macam hal-hal sensasi dalam pikirannya dalam berbagai macam bentuknya (kegembiraan, kesusahan, kesengsaraan, fantasi, ingin kaya, ingin masuk surga, ingin populer, ingin berkuasa, pujian, kebanggaan, dsb, dsb), hoax menjadi konsumsi yang lezat bagi otak yang selalu lapar dengan sensasi. Berita buruknya, kebanyakan manusia sudah terlanjur terbelenggu & kecanduan dengan efek hoax yang memang enak dikunyah diam-diam, tetapi pura-pura dimusuhi.
1-2 dekade yang lalu, hoax digunakan oleh para black-hat hacker sebagai bagian dari social engineering untuk mencuri password, mencuri akun, membobol server, dsb, dsb. Sekarang hoax digunakan oleh semua orang, tetap sebagai bagian social engineering, tetapi untuk memanipulasi otak manusia dengan menyuguhkan fantasi, sensasi, ilusi, dan disitu memang kelemahan mnusia paling sentral. Bagi para hacker kelas atas, "kalau bisa membobol server, mencuri akun password, dengan social engineering kenapa harus bersusah payah dengan segala macam upaya teknis?"
Begitu pula dengan trend netizen aliran kiri-&-kanan, atas-&-bawah, relijius-&-sekuler, positivist-&-negativist, a-vs-b. Kalau sulit mencapai tujuan dengan upaya teknis, prosedural, dsb, kenapa tidak dengan hoax saja?
Artikel terkait lainnya:
Comments