Pelatihan Media Sosial: Digital Wisdom

Pelatihan media sosial untuk OMK, ISKA, FMKI, (mungkin juga PMKRI, dan PK?)
keuskupan malang dan surabaya) oleh Kemenkominfo dan KWI. Mencari digital wisdom - hal-hal teknis dan psikis bermedia sosial, menghadapi hoax, post-truth, radikalisme dll, - untuk indonesia yang lebih baik.
Di rumah retret Biara Magadalena Pastel - Miseri Cordia - Malang.

Apa itu media sosial? Kalau kita ketikkan di google kita akan dengan mudah di bawa ke link-link yang menyajikan definisi tentang media sosial, wikipedia misalnya. Tetapi mari kita coba amati secara langsung apa itu media sosial. Di dalamnya kita mungkin (kalau bukan seringkali) akan menemukan teman-teman kita yang memamerkan berbagai macam pose foto selfie, foto menu makanannya di restoran, ada yang berbicara bisnis, ada yang berbicara berbagai macam kata-kata mutiara atau motivasi bak motivator, ada yang berkotbah, ada yang bicara politik, tak ketinggalan ada haters yang menebar kebencian, dan ada juga yang propaganda ideologi radikal, dsb, dsb.

Dengan kata lain, media sosial (dan dunia internet secara umum) adalah suatu dunia baru dan relatif muda (dunia maya) dimana kita sangat intens bersentuhan dengannya. Jadi kita, manusia di era ini, hidup dengan dua jenis dunia, 1) dunia nyata yang kita jalani sehari-hari, dan 2) dunia media sosial, yang juga kita jalani sehari-hari juga. Di dalam dunia nyata, kita sejak kecil sudah didik oleh orang tua kita dengan panduan 'local wisdom' yang sudah diturunkan terun temurun selama berabad-abad. Misalnya, si A lahir di Jawa, dibesarkan di Jawa, dengan orang tua dari Jawa dengan agama tertentu, maka dia akan di-didik menggunakan background 'local wisdom' ala Jawa. Demikian juga si B yang dari Bali, akan didik dengan 'local wisdom' ala Bali, dst, dst. Tetapi itu kehidupan di dunia nyata. Bagaimana dengan kehidupan di media sosial? Bagaimana kita menjalani kehidupan disana? Bagaiman dengan 'wisdom' yang kita gunakan untuk hidup disana? Kita tidak sempat dididik oleh para orangtua kita tentang 'wisdom' di media sosial, karena para orang tua juga belum pernah mengalami 'wisdom' ini dan belum pernah diajarkan sebelumnya. Jadi, 'wisdom' di media sosial, atau bisa disebut dengan 'digital wisdom' masih belum terbentuk secara solid menjadi suatu 'culture'. Masuk akal kalau kita temui di media sosial ada banyak berbagai macam serangan-serangan psikis, penyebaran hoax, post-truth, dan berbagai macam penyalahgunaan lainnya yang membuat orang stress, membuat masyarakat terpecah belah, penipuan, bullying, dsb, dsb. 

Yang dibutuhkan masyakat pengguna media sosial adalah suatu 'digital wisdom', yaitu menggunakan media sosial secara bijak dan bertanggung jawab dan menghormati keberadaan martabat manusia lain (sesama kita) yang benar-benar ada meskipun yang sedang berhadapan dengan kita secara fisik mungkin hanyalah gadget, smartphone, atau laptop. Mungkin ada baiknya sebelum melakukan 'posting' atau 'publish' sesuatu di media sosial kita kembali mengingat apa yang konon di ajarkan sokrates tentang suatu kabar atau cerita, yaitu, 1) Apakah sesuatu itu benar? 2) Apakah sesuatu itu bermanfaat? 3) Apakah sesuatu itu baik?

Artikel lain yang terkait:

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218