Menempatkan "Mayoritas vs Minoritas" ke Dalam Tempatnya

Indonesia declaration of Independence
license: cc by 
Belakangan, sosial media netizen Indonesia dipenuhi hiruk pikuk diskusi tanpa moderator tentang "Mayoritas vs Minoritas". Dalam hidup di dalam masyarakat yang majemuk seperti Indonesia dimana para founding fathers yang sudah menetapkan Indonesia sebagai NKRI (Negara Kesatuan), idealnya istilah "Mayoritas vs Minoritas" ditempatkan dalam konteks "statistik per se". Melulu untuk hal-hal teknis (menyusun kebijakan pembangunan fisik, tanah, gedung, obyek wisata, budaya, dll). Sementara pada hal yang lain, hal batiniah (psikis/mentalitas) tidak akan mengenal "mayoritas/minoritas". Jadi manusia Indonesia, secara batiniah (psikis/mental), adalah "Satu Kesatuan". Tidak ada pemisahan psikis/mentalitas dalam sesuatu yang "Satu". Karena itu, seharusnya manusia Indonesia tidak mungkin bisa bertikai bila meletakkan hal-hal batiniah (psikis/mental) pada tempatnya, dan hal-hal teknis juga pada tempatnya. Karena sesuatu yang "Satu" tidak mungkin bisa bertikai. Bisakah manusia bertepuk tangan dengan satu tangan?

Kemudian, dimana sumber problemnya? Ini adalah problem pendidikan sepanjang segala abad: tidak ada keseimbangan antara pengembangan pengetahuan (pengetahuan teknis) dengan pengembangan batiniah (psikis/mental). Bila kedua hal itu tidak ditumbuhkan bersamaan, dominansi pengetahuan (entah dalam bidang agama, hukum, politik, engineering, nuklir, kedokteran, dll) akan memberi pengaruh dan segera merusak aspek yang lain (aspek batiniah). Kerusakan salah satu aspek ini, aspek batiniah, yang sangat terasa belakangan di sosial media netizen Indonesia.

Hilangnya rasa kebatinan akan sesuatu yang "Satu" adalah tanda rusaknya aspek batiniah. Setelah tidak bisa merasa "Satu", kemudian akan sangat-sangat mudah menjadi pertikaian. Jangan lupa, sesuatu yang "Satu" tidak akan mungkin bisa bertikai! Pertikaian hanya bisa muncul bila ada pemisahan-pemisahan (sesuatu yang lebih dari satu). "Bhinneka" adalah kenyataan yang majemuk. Tetapi "Tunggal Ika" adalah cara melihat secara "batiniah".

Post artikel lain yang mungkin Anda sukai:

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218