Gambar, license: public domain (http://www.publicdomainpictures.net/view-image.php?image=56145) |
Namun bila kita memandang guru sebagai seorang yang mengajar, yaitu orang yang mengalirkan satu gagasan dari satu pikiran ke pikiran yang lain, maka mengajar atau menjadi guru, adalah salah satu seni ketrampilan yang paling dibutuhkan dalam hidup. Karena apapun profesi kita, dalam bidang pekerjaan apapun, kita perlu mengajar dan menjadi guru, karena kita perlu menyampaikan pengetahuan terus menerus dan mengalirkannya ke dalam pikiran orang lain secara mendalam.
Karena itu dalam artikel ini tidak dibahas hal-hal teknis yang harus dikuasai guru yang berpakaian sederhana dan tampak sedikit kumal di depan kelas, misalnya bahwa guru harus menguasai manajemen kelas, guru harus membuat rencana apa yang akan diajarkan, harus membuat kebijakan aturan di kelas, dll, dll. Melainkan lebih menekankan karakteristik tentang hal-hal non-teknis atau karakteristuk yang terkait dengan mentalitas yang harus dimiliki oleh seorang guru sebagai pengajar dalam arti umum, yaitu orang yang memindahkan pengetahuan kepada orang lain di dalam lingkup pekerjaan apapun.
Barangkali sebagian dari kita sudah terlanjur mengisi hari-hari kita dengan menjadi guru yang lumayan buruk. Tetapi tidak perlu malu atau khawatir, karena seperti hal yang lain, mengajar pun juga bisa dipelajari dan perbaiki. Apa saja karakteristik yang diperlukan untuk menjadi guru yang ideal? Berikut adalah 5 karateristik yang wajib dimiliki oleh seorang guru.
#1. Guru seharusnya mengakui bahwa dia tidak mengetahui semua hal.
Mungkin terasa memalukan bagi seorang guru berada dalam posisi orang yang sedang belajar sesuatu. Orang lain tenyata mengetahui sesuatu yang tidak ketahui oleh guru. Ini bisa saja menjadi sesuatu yang menjengkelkan bagi murid yang sedang belajar karena peran guru dianggap superior dalam proses transfer pengetahuan.
Jadi adalah penting bagi si guru untuk memiliki seni menyampaikan pengakuan bahwa dia dalam banyak bidang lain dalam kehidupan mungkin bodoh dan tidak tahu banyak hal. Mungkin saja ini akan terasa meengganggu otoritas dan superioritas si guru. Tetapi sebenarnya, bila dilihat lebih jauh dari itu, pengakuan ini akan menciptakan suasana kerendahan hati dan niat yang baik yang bisa membuat para murid terasa lebih relax. Mereka (murid-murid) mungkin tidak/belum tahu banyak tentang topik yang sedang diajarkan guru, tetapi secara keseluruhan mereka belum tentu kalah dengan si guru. Sehingga mereka bersedia menjalani ke-tidak/belum-tahuan mereka di bidang tertentu dan menerima pengetahuan yang sedang diajarkan oleh si guru.
#2. Guru seharusnya tidak boleh menyalahkan orang lain karena belum tahu tentang sesuatu.
Mungkin ini sedikit aneh, bahwa sesuatu sudah diajarkan. tetapi faktanya adalah bahwa seringkali si guru terganggu bahwa ada murid yang belum tahu tentang sesuatu tersebut. Bahkan sekalipun sesuatu itu belum pernah diberitahukan kepada mereka (murid), si guru seringkali juga masih nampak terganggu dan merasa kurang 'happy'.
Guru seringkali sulit membayangkan bahwa orang lain belum tahu tentang sesuatu yang dia ketahui. Guru sering mengira bahwa mereka sengaja berpura-pura tidak tahu. Sikap seperti ini akan cenderung membuat gagal proses transfer pengetahuan yang seharusnya berlangsung. Mengajar yang baik dimulai dari gagasan bahwa ketidaktahuan bukanlah kesalahan dari murid tersebut. Itu adalah akibat karena tidak pernah diajarkan dengan cara yang tepat. Jadi letak kesalahannya adalah pada pengajar yang belum memiliki gagasan yang dibutuhkan untuk menanamkan sesuatu ke dalam benak si murid. Dengan kata lain itu adalah kesalahan si guru.
#3. Guru seharusnya sabar dan tidak mudah marah.
Kesabaran sangatlah diperlukan bagi guru untuk menyampaikan suatu transfer pengetahuan yang efektif. Semakin kita menginginkan murid untuk mengetahui sesuatu dengan cepat, maka semakin cepat pula hilangnya kesabaran yang dimiliki si guru yang seharusnya dibutuhkan dalam proses mengajar. Sangat mungkin bahwa mereka (murid) tidak bisa memahami dengan cepat sesuatu yang diajarkan oleh guru dan itu bisa mendorong si guru untuk hilang kesabaran. Dan ini adalah situasi yang sangat buruk bagi proses transfer pengetahuan.
Apabila guru mulai marah atau menghina murid dengan menyebut kata "bodoh" misalnya, maka saat itu proses belajar mengajar sudah berakhir. Tidak ada seorangpun yang bisa belajar sesuatu dalam keadaan terhina.
Bahkan, para guru-guru terbaik sekalipun juga menghadapi kemungkinan bahwa apa yang mereka ajarkan belum tentu bisa dipahami oleh para murid.
#4. Guru seharusnya merasa sekaligus bahwa dia juga adalah murid.
Guru seharusnya memahami bahwa semua orang belajar tentang banyak hal dan setiap orang umumnya memiliki sesuatu untuk diberitahukan ke orang lain. Dalam hal ini, guru seharusnya tidak boleh marah/tersinggung ketika ada murid yang mengajarkan sesuatu dengan memberitahu si guru misalnya, "Kami ingin bapak/ibu mencintai kami apa adanya". Guru yang baik akan mendengarkan mereka (murid) dan berkomitmen untuk tetap bersama mereka seperti mereka adanya.
#5. Guru seharusnya membantu murid untuk mencintai apa yang diminatinya.
Bila guru menemukan ada murid yang senang dengan matematika, mencintainya demi matematika itu sendiri, maka ia (murid) akan sangat asyik di dalamnya sehingga tidak punya ambisi. Ia sungguh-sungguh mencintai matematika dan itu merupakan kegembiraan yang besar. Oleh karena itu ia akan mekar disitu. Guru seharusnya membantu siswa untuk mencintai seperti itu, karena seringkali itu adalah sesuatu yang belum bisa ditemukan oleh si murid dalam dirinya sendiri.
Pepatah kuno latin:
~Non scholae sed vitae discimus~
Kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.
Post artikel lain yang mungkin Anda suka:
Pepatah kuno latin:
~Non scholae sed vitae discimus~
Kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.
Post artikel lain yang mungkin Anda suka:
Comments