3 Kelemahan IPK Akademik Dalam Kehidupan

Gambar: Mr Bean. License: Public Domain
Dalam Kehidupan Mahasiswa IPK Tinggi Bisa Gagal dan Mahasiswa IPK Rendah Bisa Berhasil

Korelasi antara dunia akademik dan kehidupan nyata seringkali unik. Mereka yang sukses di dunia akademik tidak selalu sukses di kehidupan yang sesungguhnya, dan sebaliknya, mereka yang gagal di dunia akademik banyak yang berhasil di kehidupan. Bahkan banyak orang dalam daftar terkaya dunia adalah orang-orang yang gagal total dalam dunia akademik alias drop-out, seperti Bill Gates, Steve Jobs, Mark Zuckerberg, dll.

Sudah banyak pakar pendidikan, pakar psikologi, pengamat manajemen, pakar motivasi, dan pakar-pakar yang lain, mencoba menjelaskan phenomena bagaimana orang-orang yang gagal dalam dunia akademik bisa berhasil dalam hidup. Beberapa menjelaskan tentang teori multi-intelligence, yang lain menjelaskan dari sudut pandang emotional intelligence, spiritual intelligence, dan berbagai macam penjelasan lainnya. 

Rabun IPK

Posting artikel ini juga ikut-ikutan mencoba menjelaskan dari sudut pandang "Kelemahan IPK sebagai sistem penilaian dalam dunia akademik". Dalam dunia akademik, siswa/mahasiswa disebut sukses (berhasil) bila memiliki IPK yang tinggi dan yang disebut gagal adalah yang memiliki IPK rendah. Penilaian/pengukuran berdasarkan IPK inilah yang membuat kita berpotensi salah dalam menilai potensi siswa/mahasiswa dalam kehidupan. Penilaian terhadap siswa/mahasiswa akan menyebabkan kita terkena 'rabun IPK' atau rabun jauh dalam kehidupan siswa/mahasiswa yang bersangkutan. Jadi IPK dalam dunia akademik sama sekali tidak sejajar/selaras dengan kehidupan. 

Apa kelemahan IPK sehingga tidak selaras dengan kehidupan? Berikut adalah 3 kelemahan IPK yang menyebabkan tidak selaras untuk menilai siswa/mahasiswa dalam kehidupan:
  • Nilai IPK umumnya dilaporkan oleh bagian akademik berdasarkan hasil akhir ujian (dan tugas) bukan berdasarkan proses yang menghasilkan hasil akhir tersebut atau bahkan tidak terkait sama sekali dengan proses belajar. 
  • Nilai IPK adalah indikator 'lagging', hanya menjelaskan apa yang sudah terjadi, tidak menjelaskan mengapa itu bisa terjadi? Atau apa yang akan terjadi di masa mendatang?
  • Nilai IPK terlalu berfokus pada jangka pendek tidak berorientasi jangka penjang untuk kehidupan.

Pepatah kuno latin:
~Non scholae sed vitae discimus~
Kita belajar bukan untuk sekolah, melainkan untuk hidup.

--o0o--
Catatan kecil post-script: Bisakah sistem pengukuran IPK juga dikombinasikan dengan sistem pengukuran yang mampu mengukur 'proses', indikator 'leading', dan yang bersifat jangka panjang?
Posting artikel terkait:

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218