Seorang guru fisika mengatakan di suatu kelas: "Isaac Newton sedang duduk di bawah pohon ketika sebuah apel jatuh di kepalanya dan ia menemukan teori gravitasi. Bukankah itu sesuatu yang hebat dan mengagumkan? "
Siswa: "Ya pak tentu saja, tetapi jika dia belajar dengan duduk di kelas mendengarkan guru mengajar dan membaca buku seperti kita, ia tidak akan menemukan apa-apa."
joke favorit tentang pendidikan
--o0o--
Knowledge Sharing tentang IT Management di Sekolah Alam Indonesia (Cinere) dengan Bermain Bola |
Siapa yang akan diuntungkan dari revolusi ini? Di seluruh dunia muncul dorongan komersial untuk menjual produk-produk pendidikan ke konsumen yang ingin unggul dan mendapatkan kesuksesan. Ini berarti bahwa produk dan layanan teknologi sedang booming di seluruh dunia. Pendidikan, dulu dilihat sebagai barang publik dengan akses yang sama untuk semua orang, sekarang dijual hanya kepada mereka yang mampu membeli berbagai layanan khusus dan berbagai program/software komputer.
Sampai saat ini, sekolah sudah melayani dunia dengan sangat baik. Orang sangat mengagumi guru yang telah mendedikasikan diri mereka untuk membantu anak-anak dari latar belakang yang berbeda-beda untuk belajar dan berkembang dalam dunia yang selalu berubah. Sekolah telah membuat kontribusi berharga untuk pengembangan dunia dan semoga akan terus melakukannya dengan baik ke masa depan.
Namun, saat ini adalah waktunya bagi para pendidik dan pembuat kebijakan mulai memikirkan kembali pendidikan selain sekolah. Pendidikan adalah usaha seumur hidup, sementara sekolah bagi kebanyakan orang hanya mulai usia 5 sampai 18 atau 22. Bahkan ketika siswa sedang dalam usia sekolah, banyak dari pendidikan mereka terjadi di luar sekolah. Kita semua tahu bahwa teknologi telah mengubah masyarakat kita. Teknologi menjadi inti bagi masyarakat untuk membaca, menulis, menghitung, dan berpikir, yang merupakan fokus utama dari sekolah. Namun teknologi tetap di pinggirkan di sekolah, digunakan sebagian besar hanya dalam pelajaran tertentu saja. [Baca juga: Teknologi dan Dunia Pendidikan]
Tantangan utama adalah apakah sekolah kita saat ini akan mampu beradaptasi dan menggabungkan kekuatan baru dalam belajar berbasis teknologi untuk generasi berikutnya pada sekolah umum. Jika sekolah tidak mampu mengintegrasikan teknologi baru ke dalam 'apa yang disebut dengan sekolah', maka identifikasi yang sudah lama terbentuk antara sekolah dengan pendidikan, yang sudah dikembangkan selama 150 tahun terakhir, akan menghilang dan larut ke dunia di mana para siswa yang kaya akan mengambil pelajaran di luar sekolah umum. [Baca juga: 38 Tempat Belajar Online Secara Gratis]
Sekolah Tidak Kompatibel Dengan Teknologi?
Ada beberapa hal dimana antara sekolah dan teknologi baru tidak kompatibel:
- Pembelajaran yang seragam/sama vs Kustomisasi
- Sudah tertanam di dalam struktur sekolah adalah gagasan produksi massal pembelajaran yang seragam/sama. Gagasan ini menetapkan bahwa setiap orang harus belajar hal yang sama pada waktu yang sama.
- Tetapi salah satu keuntungan besar dari teknologi adalah adanya kustomisasi. Komputer dapat merespon minat dan hambatan tertentu dari peserta didik dan mampu menyediakan konten dengan topik yang pas dan menarik.
- Guru sebagai seorang pakar/sumber pengetahuan vs Sumber pengetahuan yang beragam
- Sekolah dibangun di atas gagasan bahwa guru adalah seorang pakar (sumber pengetahuan), yang tugasnya adalah untuk menyampaikan keahlian/pengetahuannya kepada siswa. Guru tidak ingin melihat otoritas mereka ditantang oleh siswa yang menemukan informasi yang bertentangan atau yang mengajukan pertanyaan di luar keahlian guru.
- Sebaliknya, video dan komputer memberikan berbagai sumber keahlian yang berbeda-beda. Seringkali guru merasa terancam oleh hal ini karena ini merongrong otoritas mereka.
- Penilaian yang terstandarisasi vs Spesialisasi
- Penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi siswa menggunakan pilihan ganda dan isian jawaban singkat, dengan maksud memberikan penilaian objektif. Tetapi bentuk pengujian ini mensyaratkan bahwa setiap siswa belajar hal yang sama.
- Teknologi mendorong siswa untuk menjalani pelajaran menurut arah mereka sendiri, ini adalah konflik langsung dengan penilaian standar yang merambat ke sekolah.
- Pengetahuan yang ada di kepala vs Ketergantungan pada sumber luar
- Ada keyakinan yang mendalam di antara guru dan orang tua bahwa untuk benar-benar belajar sesuatu, sangatlah penting untuk meng-internalisasi ke dalam diri tanpa ketergantungan pada sumber luar. Oleh karena itu, pada saat ujian siswa biasanya tidak diperbolehkan untuk menggunakan buku atau kalkulator, apalagi komputer atau web.
- Sebaliknya adalah benar juga bagi kehidupan orang dewasa yang sudah bekerja, di mana teknologi mendukung penggunaan dari berbagai sumber luar. Karenan nanti di tempat kerja orang sering dinilai berdasarkan seberapa baik/produktif orang dapat memanfaatkan sumber daya untuk menyelesaikan beberapa tugas.
- Cakupan materi vs Ledakan pengetahuan
- Sekolah mengejar tujuan yang mencakup semua pengetahuan penting yang mungkin diperlukan orang di sisa hidup mereka. Karena pengetahuan telah tumbuh secara eksponensial, buku-buku teks semakin lama menjadi semakin tebal. Hal ini menjadikan sulit untuk mencakup semua bahan penting, sehingga kurikulum menjadi sangat lebar, melebar satu mil tetapi hanya mendalam satu sentimeter saja.
- Dengan pertimbangan ledakan pengetahuan ini, orang tidak bisa belajar di sekolah semua hal yang mereka perlu ketahui di kemudian hari. Jadi mereka perlu belajar tentang bagaimana untuk belajar dan bagaimana menemukan informasi dan sumber daya yang mereka butuhkan.
- Belajar dengan cara akuisisi pengetahuan vs Belajar dengan cara melakukan sesuatu
- Sudah tertanam dalam budaya sekolah adalah gagasan bahwa siswa harus belajar tentang fakta, konsep, prosedur, teori, dan karya seni dan ilmu yang telah terakumulasi dari waktu ke waktu.
- Sebaliknya, teknologi mendorong lebih terampil dalam praktik, yakni pendidikan berbasis aktivitas. Komputer sangat interaktif dan menyediakan berbagai macam tool untuk menyelesaikan tugas-tugas penting. Oleh karena itu, teknologi lebih cocok dengan pandangan pendidikan "learning by doing", dibandingkan dengan pandangan pendidikan "akuisisi pengetahuan" yang ada di sekolah.
Anak-anak berlibur sambil belajar bahasa inggris, bermain, dan berlatih kepemimpinan
di Dusun Sahabat Alam, Batu Malang,
yang diselenggarakan oleh Azeru Fun Learning Centre
Ringkasnya, sekolah mendorong pembelajaran yang tepat konteks (just-in-case) sementara teknologi mendorong pembelajaran yang tepat waktu (just-in-time). Ada banyak alasan mengapa sekolah tidak nyaman dengan teknologi baru. Namun teknologi menjadi inti untuk hampir semua kehidupan manusia. Para pengamat pendidikan mungkin mengira ini berarti bahwa sekolah akan menjadi 'bangkrut' sebagai tempat pendidikan. Tetapi para pakar pendidikan sudah melihat benih-benih sistem baru yang muncul dan sedang berkembang seperti sekolah di rumah (home schooling), pembelajaran/sekolah di tempat kerja, pendidikan jarak jauh (online learning), berbagai pusat pembelajaran, pendidikan untuk orang dewasa/karyawan/orang tua, dan masih ada beberapa lagi jenis-jenis belajar sepanjang hidup lainnya.
Bacaan terkait:
Comments