Mengapa Siswa Tidak Suka Belajar di Kelas?

Seorang guru fisika mengatakan di suatu kelas: "Isaac Newton sedang duduk di bawah pohon ketika sebuah apel jatuh di kepalanya dan ia menemukan teori gravitasi. Bukankah itu sesuatu yang hebat dan mengagumkan?"
Siswa: "Ya pak tentu saja, tetapi jika dia belajar dengan duduk di kelas mendengarkan guru mengajar dan membaca buku seperti kita, ia tidak akan menemukan apa-apa."

~joke favorit tentang pendidikan~

Banyak siswa (termasuk mahasiswa) yang kalau kita perhatikan dengan baik tidak suka mengikuti proses belajar di kelas dan bahkan dalam banyak hal sering menggangu proses belajar teman-teman lainnya. Untuk mengatasi hal ini, para guru (termasuk dosen) sebaiknya mau berusaha untuk mencoba memahami penyebab-penyebab mendasarnya. Tanpa memahami beberapa penyebab dasarnya, solusi akan sulit ditemukan. Ada beberapa penyebab dasar mengapa banyak siswa tidak suka belajar di kelas menurut pengamatan saya, beberapa diantaranya adalah:

  1. Gaya belajar siswa. Dalam proses belajar, masing-masing siswa memiliki dominansi gaya belajar masing-masing. Berdasarkan jenis gaya belajar, ada empat tipe gaya belajar, yaitu: visual, auditori, verbal, dan kinestetik. Belajar di kelas dengan cara mendengarkan guru bicara dan melihat ke papan tulis hanya cocok untuk siswa dengan tipe gaya belajar yang dominan auditori dan visual. Sayangnya, menurut penelitian, rerata hanya ada 30% siswa di kelas yang memiliki bertipe dominan auditori dan visual. Sisanya 70% adalah dominan kinestetik dan verbal. Siswa yang bertipe dominan kinestetik dan verbal ini tidak akan betah belajar di kelas dan bahkan cenderung mengganggu yang lainnya. [Baca juga: Gaya Belajar Anak dalam Pendidikan: Visual-Auditori-Verbal-Kinestetik]
      
    Anak-anak berlibur sambil belajar bahasa inggris, bermain, dan berlatih kepemimpinan            di Dusun Sahabat Alam, Batu Malang, 
    yang diselenggarakan oleh Azeru Fun Learning Centre   

  2. Materi yang seragam dan tidak relevan. Tidak semua siswa memiliki minat terhadap materi yang sama, tetapi dipaksa untuk mengikuti materi yang sama yang diberikan guru. Dampaknya, tidak semua materi menjadi relevan terhadap masing-masing siswa. Masing-masing siswa memiliki minat dominan terhadap pelajaran yang berbeda-beda. Beberapa sangat berminat dengan sejarah, beberapa yang lain berminat pada fisika, biologi, dsb, dsb. Dulu, menurut riwayat sejarah, sekolah didirikan untuk belajar siswa dengan mengikuti minatnya masing-masing. Berawal dari Prancis, dan kemudian sampai di Indonesia didirikan pertama kali oleh Ki Hajar Dewantara dengan nama Taman Siswa. Nama Taman Siswa sengaja diberikan karena konsep belajar siswa adalah di taman. Dengan berada di taman, masing-masing siswa dibiarkan mengamati suatu objek sesuai dengan minatnya masing-masing. Dengan demikian proses belajar berlangsung dengan sendirinya yang dihasilkan dari berbagai macam temuan-temuan yang dihasilkan siswa-siswa dari hasil observasi mereka di taman.
    Anak-anak membaca dengan fun dengan suasana yang nyaman, 
    dengan berbagai minatnya masing-masing. 
  3. Guru yang kurang kompatibel. Setiap tahun para guru bertambah usia dan bertambah tua. Sementara, para guru akan selalu menghadapi siswa-siswa dengan usia yang selalu sama. Siswa datang silih berganti hingga lulus, sehingga setiap tahun guru selalu bertambah tua tetapi selalu menghadapi siswa baru pada usia yang selalu sama. Sehingga lambat laun, kompatibilitas guru untuk selalu ber-adaptasi dengan kekinian siswa semakin menjauh, terlebih lingkungan yang akhir-akhir ini berubah semakin cepat karena adanya tekanan teknologi baru. Ketika ini terjadi, siswa-siswa cenderung tidak lagi nyaman berada di kelas.
  4. Isi kelas yang terlalu banyak. Semakin banyak siswa isi suatu kelas, semakin tinggi kecenderungan adanya distorsi/gangguan proses belajar. Semakin sulit pula proses manajemen kelas yang dilakukan oleh guru/dosen. Dalam poin no. 1, sudah disebutkan bahwa rerata di dalam satu kelas 70% adalah siswa kinestetik dan verbal yang tidak cocok dengan proses belajar di kelas dengan cara mendengarkan guru dan melihat papan tulis. jadi semakin besar kelas, jumlah siswa kinestetik dan verbal juga semakin banyak. Siswa yang tidak cocok dengan proses pembelajaran di kelas akan cenderung menggangu yang lainnya. Dan proses manajemen kelas oleh guru akan semakin sulit.
  5. Ada yang bersedia menambahkan....? (Silahkan isi di kolom komentar...:)
Mungkin masih ada beberapa penyebab lainnya yang disebabkan dari situasi di luar kelas (sekolah), misalnya adanya de-motivasi dari lingkungan keluarga, de-motivasi dari lingkungan pergaulan, dsb, dsb. Tetapi faktor-faktor seperti ini terjadi pada siswa-siswa tertentu secara spesifik karena backgorund lingkungan masing-masing siswa. 

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218