Business Intelligence: Perubahan Paradigma Teknologi Informasi dari Transaksional ke Analitikal

Dalam suatu interview dengan majalah Computerworld pada bulan Januari 1999, Dr. Anno Penzias (penerima hadiah nobel dan mantan kepala ilmuwan dari Bell Labs) menjawab pertanyaan berikut, “Apakah yang akan menjadi aplikasi mematikan di kemudian hari yang akan digunakan oleh suatu korporasi?” Dr. Penzias menjawab: ” Data mining.” Data mining, dalam terjemahan secara harafiah berarti penambangan data, akan menjadi sesuatu yang sangat penting bagi organisasi bisnis dan perusahaan tidak mensia-siakan apapun mengenai (data) para pelanggan mereka karena hal itu akan menjadi sesuatu yang sangat berharga. [Baca juga: Konsep dan Aplikasi Data Mining]

Thomas Davenport dalam artikelnya di ‘Harvard Business Review’, juga berpendapat senada bahwa senjata strategis mutakhir bagi perusahaan-perusahaan adalah pengambilan keputusan yang bersifat analitikal atau berdasarkan analisa data yang mendalam. Contoh-contoh perusahaan yang meraih sukses yang dipicu dengan memanfaatkan analisa data antara lain seperti Amazon.com, Capital One, Marriott International, dan lain-lain. Mereka menerapkan analisa data yang sangat baik untuk memahami lebih baik mengenai perilaku dan karakter pelanggan dan rantai pasokan mereka yang panjang. Dengan begitu mereka memaksimalkan ‘returns on investment’ sambil memberikan layanan terbaik bagi pelanggan mereka. Tingkat keberhasilan seperti itu sangat bergantung pada bagaimana perusahaan memahami dengan baik mengenai para pelanggan, vendor, proses bisnis, dan rantai pasokannya.

Berbagai aktivitas perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) untuk melakukan analisa bisnis itulah yang kemudian didefinisikan sebagai Business Intelligence (BI). Memang secara definisi keilmuan dalam berbagai buku dan artikel jurnal ilmiah, BI mengacu ke suatu sistem yang kompleks yang terdiri dari arsitektur, berbagai piranti, database, piranti analitik, aplikasi, dan methodologi. Tetapi pemahaman paling sederhana dan mudah dipahami dan merupakan bagian paling inti dari BI adalah pada aktivitas menganalisa data. Dan karena itu pula, BI sering disederhanakan dan diasosiasikan dengan Business Analytics (BA). [Baca juga: Framework Untuk Business Intelligence (BI)]

Bila kembali menengok ke dua atau tiga dekade silam, berbagai perusahaan di Indonesia mulai memanfaatkan sumber daya TIK secara evolutif dan masif. Berbagai macam proses bisnis di perusahaan-perusahaan mulai didukung dan beberapa bahkan diganti secara total oleh pemanfaatan TIK. Namun pada era tersebut, penerapan TIK digunakan untuk tujuan transaksional, yaitu membantu karyawan dalam mengiput data-data transaksi. Transformasi saat itu adalah pada perubahan pencatatan transaksi dari manual dan dicatat pada kertas menjadi pencatatan secara elektornik. Pemanfaatan TIK sebagai piranti transaksional seperti itu memang memberikan dampak efisiensi dan kecepatan yang signifikan bagi kelangsungan proses bisnis perusahaan. Dampaknya adalah kecepatan pekerjaan dan layanan ke pelanggan meningkat. Sehingga perusahaan berbondong-bondong untuk mengeksploitasi TIK sebagai sumber daya yang handal untuk mempercepat proses bisnis mereka. Sekarang tentu saja semakin sulit menemukan perusahaan yang menjalankan proses bisnisnya tanpa didukung oleh TIK. 

Konsekwensi logis berikutnya yang kemudian disadari setelah pemanfaatan TIK sebagai system transaksi adalah membludaknya berbagai macam data. Data pelanggan, data vendor, data berbagai macam transaksi, dan data-data lainnya di berbagai fungsi perusahaan menjadi sangat melimpah. 

Kenneth Cukier dalam interview dengan The Economist mengatakan, “Data telah berjalan sedemikian rupa dari hal yang sangat langka menjadi hal yang sangat melimpah. Hal itu membawa manfaat baru yang besar dan sekaligus menyebabkan sakit kepala yang sama besarnya.”

Data-data melimpah yang bersifat historis atau arsip dari akibat transaski berbasis elektronik itulah kemudian yang membawa tantangan baru bagi para ahli sistem informasi. Penyebabnya adalah bahwa data tersebut akan segera menjadi sampah data yang membebani kinerja database transaksi jika tidak segera difungsikan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi perusahaan. Tantangan ini membawa ke pencerahan baru dengan menjadikan data historis atau arsip tersebut menjadi sumber data yang digunakan sebagai analisa bagi perusahaan. Pencerahan untuk menerapkan analisa pada data historis atau arsip inilah yang membawa paradigma baru pada dunia TIK, yang disebut sebagai Business Intelligence (BI) atau Business Analytics (BA). Secara teknis, database historis atau arsip yang akan digunakan sebagai pusat analisa dalam BI atau BA disebut dengan gudang data (data warehouse). Ini adalah database yang berbeda dengan yang digunakan sebagai transaksi sehingga muncul istilah ‘On-line Transactional Processing’ (OLTP) yang mengacu ke sistem transaksional dan ‘On-line Analytical Processing’ (OLAP) yang mengacu ke system analitikal. Transformasi pada dunia TIK ini pada gilirannya melahirkan transformasi baru kedua yaitu transformasi dari paradigm lama bahwa TIK dimanfaatkan sebagai sistem transaksional ke paradigma baru bahwa TIK digunakan untuk sistem analitik.  [Baca juga: Data Warehouse dan Beberapa Karakteristiknya]

Penerapan BI atau BA pada perusahaan, bagi para pengamat bisnis dan manajemen, merupakan ciri-ciri baru dalam membedakan antara bisnis modern dan bisnis tradisional. Penerapan BI atau BA diyakini sebagai jawaban atas tantangan-tantangan yang dihadapi perusahaan-perusahaan di era modern ini. Tantangan-tantagan seperti globalisasi, kebutuhan pelanggan, aturan pemerintah, kondisi pasar, kompetisi yang ketat adalah contoh-contoh tantangan yang dihadapi perusahaan di era modern. Tanpa BI atau BA yang mumpuni perusahaan akan sulit untuk bersaing atau bahkan hanya untuk sekedar bertahan.

Dalam analisa data, teknik-tekknik dan metode yang digunakan sangat bervariasi. Teknik atau metode yang paling popular antara lain, penambangan data (data mining), penambangan teks (text mining), statistik, jaringan syaraf tiruan (artificial neural network), kecerdasan buatan (artificial intelligence), logika samar (fuzzy logic), knowledge management, sistem pakar (expert system), penalaran berbasis komputer (computer based reasoning), dan lain-lain. [Baca juga: Konsep dan Aplikasi Data Mining]

Berbagai macam teknik dalam analisa data tersebut bagi perusahaan digunakan untuk menyelesaikan berbagai macam masalah, tantangan, dan peluang-peluang baru untuk menopang keunggulan kompetitif. Beberapa contoh misalnya, untuk akuisisi pelanggan baru bisa menggunakan teknik prediksi pada decision tree dalam data mining, untuk retensi pelanggan menggunakan teknik clustering dalam data mining, untuk mendeteksi ‘fraud’ penggunaan kartu kredit dalam industri perbankan, untuk meningkatkan penjualan dan revenue baik cross-selling maupun up-selling pada industri retail dengan teknik market-basket analysis, dan masih banyak lagi contoh yang lain dalam berbagai industri. Contoh aktual dampak penerapan BI yang signifikan di Indonesia yang diterbitkan oleh teradatamagazine.com di Amerika adalah contoh kasus pada BII-Maybank. Setelah menerapkan manajemen berbasis analitik (mengambil keputusan berbasis analisa data), BII Maybank mendapatkan hasil yang baik dengan tingkat keberhasilan promosi 10 kali lipat lebih baik, saldo tabungan setiap pelanggan naik 25% dari sebelumnya, biaya promosi yang tidak efisien berkurang 50%, dan sekarang masih terus dapat memaksimalkan setiap peluang untuk akusisi, retensi, cross-sell dan up-sell para pelanggannya.

BI sendiri sebagai suatu konsep sebenarnya sudah sangat lama, namun baru diperkenalkan oleh Gartner Group pada pertengahan 1990an. Sampai saat ini BI masih terus menerus berevolusi dan masih sulit diprediksi pada ‘future’ nya dalam hal kemampuan-kemampuannya. Seberapa jauh kecanggihan BI akan membawa dampak bagi dunia bisnis masih menjadi wacana yang menarik bagi para ahli-ahli sistem informasi dan manajemen. 

Perubahan lingkungan bisnis yang konstan dan cenderung cepat tak dapat dielakkan lagi menyebabkan perusahaan-perusahaan mendapat tantangan-tantangan baru seperti yang sudah disebutkan diatas. Namun demikian, dibalik setiap tantangan selalu disertai oleh peluang-peluang baru yang perlu selalu digali. BI adalah jawaban atas tantangan dan untuk menemukan peluang-peluan tersebut. Tanpa menerapkan BI/BA, bila kita mengingat kembali tentang apa yang dikatakan oleh Kenneth Cukier dalam interview dengan The Economist seperti yang saya cuplik di atas, sepertinya perusahaan di era kini hanya akan dibanjiri oleh data dan mendapatkan sakit kepalanya saja tetapi tidak mendapatkan manfaat baru yang sangat penting bagi perusahaan modern untuk bersaing.

Post artikel terkait:

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218