Selamat Ber-Puasa, Friends...
Terima kasih bung...
Entah tanggal 20 atau 21 puasamu, selamat puasa, friends. Soal tanggal itu tidak penting. Tepatnya, bukan tidak penting, tetapi itu soal nomor dua. Masalah tanggal yang berbeda-beda itu lebih mengenai soal organisasi. Gengsi organisasi. Entah Muhammadyah, entah NU, MUI, Kementrian Agama, ormas, atau organisasi-organisasi lain, yang jelas itu masalah gengsi organisasi. Lebih tepatnya gengsi para pemimpinnya. Biarkan saja. Tidak usah terlalu diambil pusing soal beda-beda tanggal. Yang lebih penting adalah niat puasa dan menjalaninya. Benar khan friends...?
Begini friends, terus terang saja, saya ingin bicara sedikit tentang puasamu itu. Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang selalu kagum dengan ritual puasamu itu. Itu ritual yang berat sekali friends. Sejak kecil, saya sudah lihat, teman-teman sejawat saya sudah ahli puasa. Hebat. Hebat sekali teman-teman saya waktu kecil itu. Kalau saya, pasti gagal & tidak pernah bisa menjalani ritual seperti itu.
Kagum saya yang lain, friends..., kalau di bulan puasa itu, seringkali terdengar alunan nyanyian & syair-syair yang mendayu-dayu dari dalam masjid di malam hari. Entah karena syair dan lagunya yang memang merdu. Atau volumenya yang terdengar pas di telinga. Atau karena orang yang menyanyikannya penuh dengan hati yang bersih. Saya tidak tahu. Yang jelas, outputnya terdengar merdu. Suci sekali. Seperti tanaman yang mendapat siraman air dengan sprinkle yang pas takaran siraman airnya. Seperti rusa yang haus & mendamba air dan kemudian mendapatkan air di mata air yang jernih. Kalau di agamaku, friends, itu biasanya seperti orang yang men-daraskan mazmur. Nyanyian dari ayat-ayat suci yang dilagukan dengan irama tertentu. Seperti orang yang setengah berdoa dan setengah bernyanyi.
Ini ada sedikit story lama friends. Di suatu ketika di bulan puasa sewaktu di masa kuliah dulu, saya berjalan di lorong gang-gang sempit di malam hari, disitu ada semacam masjid kecil. Di dalamnya ada orang yang sedang setengah berdoa dan setengah bernyanyi tadi itu friends. Lagunya terdengar merdu sekali. Suaranya tidak terlalu keras. Cenderung lembut tetapi terdengar kemana-mana dan sangat menyentuh hati orang yang mendengarnya. Kelihatan sekali doa & nyanyian itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, fokus & konsentrasi tinggi, seolah-olah dia berada di tempat yang sangat tinggi. Bukan di tempatnya yang di dunia ini. Bayangkan friends, doa & nyanyiannya saja bisa menyentuh orang yang berjalan di sekitarnya. Bisa membuat bahagia orang yang mendengarnya. Entah apa yang dirasakan oleh orang yang sedang berdoa dan bernyanyi di dalam masjid itu. Itu kira-kira 19 tahun yang lalu friends.
Ada hal lain lagi yang saya kagumi friends...
Apa itu bung...?
Cerita mistis tentang malam Lailatul Qadr. Malam seribu bintang. Malam yang lebih indah dari seribu malam yang lain. Barisan para malaikat turun ke bumi. Malam yang penuh berkah. Membaca dan mendengar kisah ini membuat keindahan imajinasi sendiri. Dan saya, friends, sangat percaya tentang cerita itu. Entah tanggal 21, 23, 25, atau 27 atau 29, malam penuh berkah itu terjadi, tetapi malam itu malam yang nyata. Hingga kini saya percaya malam itu selalu terjadi. Saya bisa lihat di wajah-wajah teman-teman dan tetangga di kampung saya pada malam penuh berkah itu. Mereka menghantarkan makanan ke rumah-rumah. Wajah-wajah mereka yang penuh damai membuat saya percaya bahwa malam itu benar-benar ada.
Friends, sekali lagi saya mengucapkan selamat berpuasa. Semoga berhasil 100% menjalankan ritual suci itu. Oh ya, meskipun kamu pasti sudah tahu mengenai puasa yang sejati adalah bukan sekedar menahan makan & minum, masih ada satu hal yang tertinggal mengenai esensi puasamu itu yang saya kagumi tetapi belum tersampaikan.
Apa itu bung...?
Entah bagaimana rumusan kalimatnya, tentu saya tidak pernah tahu dengan baik. Tetapi kira-kira begini, selain menahan makan & minum, puasa yang lebih tinggi adalah menahan berbicara yang buruk tentang siapapun. Yang lebih tinggi lagi, adalah menahan pikiran yang buruk tentang siapapun.
Saya harus geleng-geleng kepala, takjub, friends, tentang ritual menahan berbicara buruk, menahan berpikiran buruk.
Orang bicara itu kadang sangat cepat, bagaimana mengontrolnya...?
Apalagi, orang berpikir. Sangat-sangat cepat tentu saja. Bagaimana bisa mengontrolnya...?Itu olah spritual kelas dewa! Benar-benar ritual yang sangat suci. Kalau saya pasti sudah menyerah kalah. Saya ingat seorang penulis novel spiritual kelas dunia, si Paulo Coelho, pernah menuliskan tentang 'Kegilaan Yang Kudus'. Saya pikir ritualmu itu salah satu dari ritual 'Kegilaan yang Kudus', friends...
Selamat berpuasa...
Terima kasih bung...
Entah tanggal 20 atau 21 puasamu, selamat puasa, friends. Soal tanggal itu tidak penting. Tepatnya, bukan tidak penting, tetapi itu soal nomor dua. Masalah tanggal yang berbeda-beda itu lebih mengenai soal organisasi. Gengsi organisasi. Entah Muhammadyah, entah NU, MUI, Kementrian Agama, ormas, atau organisasi-organisasi lain, yang jelas itu masalah gengsi organisasi. Lebih tepatnya gengsi para pemimpinnya. Biarkan saja. Tidak usah terlalu diambil pusing soal beda-beda tanggal. Yang lebih penting adalah niat puasa dan menjalaninya. Benar khan friends...?
Begini friends, terus terang saja, saya ingin bicara sedikit tentang puasamu itu. Saya adalah salah satu dari sekian banyak orang yang selalu kagum dengan ritual puasamu itu. Itu ritual yang berat sekali friends. Sejak kecil, saya sudah lihat, teman-teman sejawat saya sudah ahli puasa. Hebat. Hebat sekali teman-teman saya waktu kecil itu. Kalau saya, pasti gagal & tidak pernah bisa menjalani ritual seperti itu.
Kagum saya yang lain, friends..., kalau di bulan puasa itu, seringkali terdengar alunan nyanyian & syair-syair yang mendayu-dayu dari dalam masjid di malam hari. Entah karena syair dan lagunya yang memang merdu. Atau volumenya yang terdengar pas di telinga. Atau karena orang yang menyanyikannya penuh dengan hati yang bersih. Saya tidak tahu. Yang jelas, outputnya terdengar merdu. Suci sekali. Seperti tanaman yang mendapat siraman air dengan sprinkle yang pas takaran siraman airnya. Seperti rusa yang haus & mendamba air dan kemudian mendapatkan air di mata air yang jernih. Kalau di agamaku, friends, itu biasanya seperti orang yang men-daraskan mazmur. Nyanyian dari ayat-ayat suci yang dilagukan dengan irama tertentu. Seperti orang yang setengah berdoa dan setengah bernyanyi.
Ini ada sedikit story lama friends. Di suatu ketika di bulan puasa sewaktu di masa kuliah dulu, saya berjalan di lorong gang-gang sempit di malam hari, disitu ada semacam masjid kecil. Di dalamnya ada orang yang sedang setengah berdoa dan setengah bernyanyi tadi itu friends. Lagunya terdengar merdu sekali. Suaranya tidak terlalu keras. Cenderung lembut tetapi terdengar kemana-mana dan sangat menyentuh hati orang yang mendengarnya. Kelihatan sekali doa & nyanyian itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, fokus & konsentrasi tinggi, seolah-olah dia berada di tempat yang sangat tinggi. Bukan di tempatnya yang di dunia ini. Bayangkan friends, doa & nyanyiannya saja bisa menyentuh orang yang berjalan di sekitarnya. Bisa membuat bahagia orang yang mendengarnya. Entah apa yang dirasakan oleh orang yang sedang berdoa dan bernyanyi di dalam masjid itu. Itu kira-kira 19 tahun yang lalu friends.
Ada hal lain lagi yang saya kagumi friends...
Apa itu bung...?
Cerita mistis tentang malam Lailatul Qadr. Malam seribu bintang. Malam yang lebih indah dari seribu malam yang lain. Barisan para malaikat turun ke bumi. Malam yang penuh berkah. Membaca dan mendengar kisah ini membuat keindahan imajinasi sendiri. Dan saya, friends, sangat percaya tentang cerita itu. Entah tanggal 21, 23, 25, atau 27 atau 29, malam penuh berkah itu terjadi, tetapi malam itu malam yang nyata. Hingga kini saya percaya malam itu selalu terjadi. Saya bisa lihat di wajah-wajah teman-teman dan tetangga di kampung saya pada malam penuh berkah itu. Mereka menghantarkan makanan ke rumah-rumah. Wajah-wajah mereka yang penuh damai membuat saya percaya bahwa malam itu benar-benar ada.
Friends, sekali lagi saya mengucapkan selamat berpuasa. Semoga berhasil 100% menjalankan ritual suci itu. Oh ya, meskipun kamu pasti sudah tahu mengenai puasa yang sejati adalah bukan sekedar menahan makan & minum, masih ada satu hal yang tertinggal mengenai esensi puasamu itu yang saya kagumi tetapi belum tersampaikan.
Apa itu bung...?
Entah bagaimana rumusan kalimatnya, tentu saya tidak pernah tahu dengan baik. Tetapi kira-kira begini, selain menahan makan & minum, puasa yang lebih tinggi adalah menahan berbicara yang buruk tentang siapapun. Yang lebih tinggi lagi, adalah menahan pikiran yang buruk tentang siapapun.
Saya harus geleng-geleng kepala, takjub, friends, tentang ritual menahan berbicara buruk, menahan berpikiran buruk.
Orang bicara itu kadang sangat cepat, bagaimana mengontrolnya...?
Apalagi, orang berpikir. Sangat-sangat cepat tentu saja. Bagaimana bisa mengontrolnya...?Itu olah spritual kelas dewa! Benar-benar ritual yang sangat suci. Kalau saya pasti sudah menyerah kalah. Saya ingat seorang penulis novel spiritual kelas dunia, si Paulo Coelho, pernah menuliskan tentang 'Kegilaan Yang Kudus'. Saya pikir ritualmu itu salah satu dari ritual 'Kegilaan yang Kudus', friends...
Selamat berpuasa...
Berpantas diri
berpantas hati
menjelang Tuhan
berhias nubari
di awal bakti
Comments