Sebuah kisah Yunani klasik menceritakan, seorang budak bernama Androples melarikan diri dari tuannya. Di zaman kuno, budak adalah property tuannya, kecuali si budak mendapat ampunan. Melarikan diri adalah kejahatan kriminal, dan pelakunya harus dihukum mati. Androples melarikan diri ke tempat sepi di sebuah pegunungan. Di sana ia menemukan seekor singa yang meraung. Ketika didekati, Androples tahu kalau singa itu sedang merintih kesakitan. Ternyata kaki singa itu tertusuk duri besar. Pelan-pelan Androples berusaha mengeluarkan duri itu, dan berhasil. Singa itupun bebas dari rasa sakitnya. Singa dan Androplespun lalu bersahabat.
Namun dalam pelariannya, Androples tertangkap. Ia dibawa ke hadapan raja untuk diadili. Vonis untuknya adalah akan diadu dengan binatang buas. Pada waktunya, Androples dihadapkan dengan seekor singa. Singa itu dengan garang mendekati Androples. Namun ketika semakin dekat dengan Androples, singa itu sadar bahwa yang ada dihadapannya adalah Androples sahabatnya. Singa itupun menyerahkan dirinya kepada Androples untuk dielus. Hal itu menjadi tontonan menarik bagi penonton termasuk raja. Androples mendapat ampunan. Ia pun melanjutkan persahabatannya dengan singa.
Kisah ini mengingatkan tentang “the power of goodness”. Sebagai makhluk berbudi, manusia mampu bersahabat dengan siapapun, termasuk hewan liar sekalipun. Mari kita mengedepankan kebaikan dan kebajikan. Kebaikan itu jugalah yang harus digunakan sebagai pendekatan dalam bergaul, bekerja, berbisnis, berpolitik dan lain-lain.
Dewasa ini kita sering dihadapkan pada kenyataan manusia saling meyakiti, ada istilah “homo homini lupus” atau manusia jadi penerkam bagi manusia. Kita semua adalah makhluk Tuhan. Kita adalah saudara semakhluk, sebangsa, seiman dan sebagainya. Dengan kesadaran itu, ethos kebaikan akan menjadi kekuatan kita untuk membina persaudaraan, persahataban, pergaulan, bisnis, dan kegiatan lain secara beradab.
src: http://radiosmartfm.com/smart-ethos/3352-androples-dan-seekor-singa.html
Comments