Jembatan Zaman


Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.
Pohon besar tumbuh mendekati langit dan dan menjauhi tanah.
Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya.
Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu?

Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga?
Tatkala ia tak perduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik?
Waktu kecil dulu kupu-kupu masih sering hinggap dipucuknya?
Kini burung besar bahkan bersangkar diketiaknya. Kawanan kelelawar menggantungi buahnya.
Namun jangan sekali-kali ia merendahkan kupu-kupu yang hanya menggeliat ditapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak sanggup lagi.

Setiap jenjang memiliki dunianya sendiri.
Yang selalu dilupakan ketika umur bertambah tinggi.
Tak bisa kembali ke kacamata yang sama bukan berarti kita lebih mengerti dari yang semula.
Rambut putih tak menjadikan kita manusia yang segala tahu.
Dapatkah kita kembali mengerti apa yang ditertawakan bocah kecil atau yang digejolakkan anak belasan tahun, seiring dengan kecepatan zaman yang melesat meninggalkan?

Karena kita tumbuh keatas tapi masih dalam petak yang sama.
Akar kita tumbuh kedalam dan tak bisa terlalu jauh kesamping.
Selalu tercipta kutub-kutub pemahaman yang tak akan bertemu kalau tidak dijembatani.
Jembatan yang rendah hati..bukan kesombongan diri..
Karena kita hanyalah titik disebuah perjalanan panjang...

~taken from deasy's notes~

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218