"...pabila cinta memanggilmu... ikutilah dia walau jalannya berliku-liku... Dan, pabila sayapnya merangkulmu... pasrahlah serta menyerah, walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu..." (Kahlil Gibran)
o0o
"Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya."
"Aku menderita oleh cinta yang sia-sia."
Kita menderita karena kita merasa telah memberikan lebih daripada yang kita terima.
Kita menderita karena cinta kita bertepuk sebelah tangan.
Kita menderita karena kita tidak dapat memaksakan aturan-aturan kita sendiri.
Namun pada akhirnya tak ada alasan untuk menderita, sebab dalam setiap cinta ada benih pertumbuhan diri.
Semakin kita mencinta, semakin kita dekat pada pengalaman spiritual.
Mereka yang benar-benar dicerahkan dan jiwanya diterangi oleh cinta sanggup mengatasi setiap rintangan dan prasangka zamannya.
Mereka dapat bernyanyi, tertawa, dan berdoa dengan lantang; mereka menari dan mengalami apa yang oleh Santo Paulus disebut "kegilaan yang kudus".
Mereka bahagia--karena orang-orang yang mencintai akan menaklukkan dunia dan tidak takut kehilangan.
Cinta sejati adalah penyerahan diri seutuhnya.
Cepat atau lambat, kita harus mengatasi ketakutan kita, karena jalan spiritual hanya dapat ditempuh melalui pengalaman sehari-hari akan cinta.
Thomas Merton pernah mengatakan, pada dasarnya kehidupan spiritual adalah mencintai.
Kita tidak mencintai demi melakukan kebaikan atau untuk menolong atau melindungi seseorang.
Kalau sikap kita seperti ini, kita menjadikan orang lain sebagai objek, dan kita menganggap diri kita orang yang bijaksana dan murah hati.
Ini tak ada hubungannya dengan cinta.
Mencintai adalah melebur dengan orang yang kita cintai dan menemukan percikan Tuhan di dalam dirinya.
~Di tepi sungai piedra aku duduk dan menangis, coelho~
o0o
Penyerahan diri seutuhnya? Melebur? Ah terlalu sulit dipahami. Adakah yang paham kecuali orang-orang suci itu? Lebih baik beraliran "cinta adalah tertawa".
Selamat Hari Valentine!
Comments