Sun Tzu dan Mark Zuckerberg

Sehat frens? Sehat bung...
Bagaimana, ada apa kah gerangan?
Begini bung, coba sampeyan jelaskan jurus 'aneh' si Mark beli whatsapp ini...19 miliar dolar bung! 220 Trilliun!!


Ya...ya..saya sudah baca di media-media...
Jangankan sampeyan frens...para pakar-pakar bisnis itu saja semua juga kelihatan bingung...
Masih ingat artinya 'pakar' kan?
Pandai menjawab yang sukar-sukar. Pandai membuat yang mudah menjadi sukar. Pandai bertengkar...;)
Kalau mengikuti komentar-komentar para pakar itu (pakar: artinya juga pandai berkomentar), semua berbeda-beda, mereka punya analisa sendiri-sendiri. Yah wajar, semua berbeda-beda....tetapi ada satu hal yang sama dan kelihatan dari komentar-komentar itu...

Apa itu bung?
Mereka sama-sama bingung! 220 Trilliun membuat mereka berpikir yang keras untuk menemukan letak 'masuk-akal-nya'! Malu dong kalau ngga bisa mengkonstruksi analisa yang masuk akal...
Jadi ya mereka ngotot aja mencoba-coba memasukkan yang ngga masuk akal ngga masuk akal supaya masuk akal.

Bayangkan aja frens, di tabloid kontan kalau sampeyan baca, dengan uang sebanyak itu bisa buat membangun jembatan selat sunda. Bisa membangun kereta api super cepat shinkansen dari jakarta ke surabaya yang ditempuh dalam 3 jam. Negara ini saja untuk belanja dengan senilai itu, entah jembatan selat sunda entah shinkansen, mikirnya bertahun-tahun. Itu pun juga ngga kelar-kelar hanya untuk mikir. Maju lima langkah, mundur delapan langkah...;).

Si Mark itu ngga banyak mikir, kasih aja...220 trilliun...!!!

Kalau sampeyan sendiri bagaimana bung? Apa sampeyan juga punya analisa rumit supaya masuk akal?
Ya punya...tetapi ngga perlu rumit-rumit. Yang rumit-rumit itu tugasnya si pakar-pakar itu. Ingat, mereka si pakar-pakar itu harus berurusan dengan kategori yang 'sukar-sukar'.

Ya itu lah bung...Kita perlu sesuatu yang mudah ditelan saja. Jangan yang ditelan saja 'sukar'! Bagaimana analisa sampeyan bung?

Begini frens...kalau ketemu landasan teorinya semuanya serba mudah dan yang rumit-rumit jadi dilupakan. Sepertinya si Mark ini meneggunakan taktik seni berkompetisi ala Sun Tzu. Sun Tzu si legendaris dalam strategi perang. Dia  adalah seorang penasihat militer yang sangat jenius di China jaman dulu. Saking jeniusnya, buku-buku strategi perangnya dianggap kitab suci bagi jenderal-jenderal dan panglima perang di China. Jaman itu di China dijuluki era-era perang. Ratusan bahkan ribuan tahun penuh dengan peperangan.

Apa hubungannya bung perang dan bisnisnya si Mark?

Begini frens, jaman sekarang ini, ilmunya si Sun Tzu ini digunakan oleh para pemimpin manajemen, para business leader, para direktur, CEO, business owner dan sekitar-sekitar itulah.

Taktik dan strateginya dianggap relevan untuk kompetisi dalam lingkungan bisnis modern ini. Ini mirip perang-perang di jaman pra masehi di China dulu frens. Market dianalogikan sebagai medan perang.

Ya okelah...masuk akal...teruskan bung...
Ilmu Sun Tzu yang seperti apa yang diadopsi si Mark ini...bung?

Inilah yang bisa dijadikan landasan teori frens...
Rupanya si Mark ini mau efisien, ngga pengin menghabiskan banyak waktu untuk ngurusi kompetitor-kompetitor, ngga pengin menghabiskan banyak waktu untuk semua yang berpotensi mengancam dan mengganggu bisnisnya. Dan, dia juga tidak ingin kekerasan. Dia ingin fokus dengan penuh damai dengan kerajaan bisnisnya. Ini beda dengan si 'Huawei' frens. Kalau si 'Huawai' selalu ekspansif dengan perang secara frontal dengan pesaing-pesaingnya. Mereka selalu pamer bahwa, bulan ini 'Huawei killed si ini, bulan kemarin killed si itu, bulan depan akan kill si itu lagi, sampai tahun depan mereka suka kill ini dan itu. Mereka penguasa-penguasa bisnis yang lagi naik daun tetapi dengan strategi yang berbeda-beda frens.

Yang tadi belum dijawab bung...ilmu Sun Tzu yang diadopsi si Mark tadi bagaimana ceritanya?

Begini frens....menurut si Sun Tzu, cara terbaik untuk memenangkan perang adalah menang tanpa pertarungan, mengalahkan lawan tanpa membinasakan, melemahkan dan mengontrol musuh tanpa membunuh. Berperang dalam seratus pertempuran dan memenangi seratus pertempuran bukanlah yang terbaik dari yang terbaik. Kemenangan tertinggi adalah menaklukkan tanpa pertempuran, membuat menyerah, dan membuat mereka melihat bahwa pihak lawan adalah sangat hebat sehingga ya okelah...berdamai saja dan tunduk.
Sepertinya ini yang diadopsi si Mark frens...

Cara terbaik kedua adalah menaklukkan lewat percaturan politik dan diplomatik.
Kalau si Mark pengin lebih ngirit, cara kedua ini bisa digencarkan. Tetapi sepertinya si Mark ngga pusing dengan 220 trilliun. Asal menguasai market dengan penuh damai, ya sudah cukuplah...

Cara terbaik berikutnya adalah dengan berperang melawan pasukan musuh.
Hehehe...mungkin si 'Huawai' menggunakan teknik ini bung?
Ya mungkin saja...! Saya tidak kenal dan tidak mengikuti strategi-strategi si 'Huawei'!

Apakah ada yang lebih buruk dari yang terakhir itu bung?

Ada frens!

Ini cara yang terburuk. Yaitu dengan memenangi perang dengan menempatkan mata-mata di kota-kota musuh dan mengalahkan mereka dengan menimbulkan kekacauan di dalam pasukan musuh menggunakan hasutan.

Begitulah kira-kira cerita versi singkatnya frens...
Ya..ya..ya masuk akal. Landasan teori yang menarik bung!

Jadi si Mark dengan Facebook nya ini sepertinya ingin hemat 'cost dari sisi waktu-dan-tenaga' dan menguasai 'market' dengan penuh kedamaian. Kelihatan seolah-olah boros tetapi sepertinya itu cara yang terbaik dari ilmu nya si Sun Tzu dan kalau dipikir-pikir efisien dan jeli yah bung...?

Yah begitulah kira-kira.
Rupanya antara Sun Tzu dan Mark ada pertalian gagasan dan sama-sama jenius!!!

Barangkali si Mark reinkarnasi si Sun Tzu, bung?
Tanyakan pada para pakar...atau rumput yang bergoyang!?!?!

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218