Mengapa karyawan meninggalkan perusahaan?

Sang CEO pusing terhadap tingginya tingkat pergantian karyawan. Dia pusing akan uang yang dihabiskan dalam melatih mereka. Dia bingung karena tidak tahu apa yang terjadi. Mengapa karyawan berbakat pergi walaupun gajinya besar? 

Jawabannya sangat mungkin terletak pada salah satu penelitian terbesar yang dilakukan oleh Gallup Organization. Penelitian ini menyurvei lebih dari satu juta karyawan dan delapan puluh ribu manajer, lalu dipublikasikan dalam sebuah buku berjudul First Break All the Rules. [Baca juga: Alasan Umum Karyawan 'Resign']

Penemuannya adalah sebagai berikut:
Jika orang-orang yang bagus meninggalkan perusahaan, lihatlah atasan langsung mereka. Lebih dari alasan apapun, si atasan adalah alasan orang bertahan dan berkembang dalam organisasi. Dan pada dialah alasan mengapa mereka (karyawan) berhenti, membawa semua pengetahuan, pengalaman, dan relasi bersama mereka. Biasanya mereka akan pergi langsung ke pesaing. “Orang meninggalkan manajer, bukan perusahaan,” kata Marcus Buckingham dan Curt Hoffman penulis buku First Break All the Rules. [Baca juga: Cermin itu penting, bos...]

“Begitu banyak uang yang telah dibuang untuk menjawab tantangan mempertahankan orang yang bagus – dalam bentuk gaji yang lebih besar, fasilitas dan pelatihan yang baik. Namun pada akhirnya, penyebab kebanyakan orang keluar adalah manajer. Kalau Anda punya masalah pergantian karyawan yang tinggi, lihatlah para manajer Anda terlebih dahulu".

Dari satu sisi, kebutuhan utama seorang karyawan tidak terlalu terkait dengan uang, dan lebih terkait dengan bagaimana dia diperlakukan dan dihargai. Kebanyakan hal ini bergantung langsung dengan manajer di atasnya. Uniknya, bos yang buruk tampaknya selalu dialami oleh orang-orang yang bagus. Sebuah survei majalah Fortune beberapa tahun lalu menemukan bahwa hampir 75% karyawan telah menderita di tangan para atasan yang sulit. [Baca juga: 10 Pekerjaan Terburuk Tahun 2016]



Dari semua penyebab stres di tempat kerja, kemungkinan yang paling parah adalah karena bos yang buruk. Hal ini langsung berdampak pada kesehatan emosional dan produktivitas karyawan. Pakar SDM menyatakan bahwa dari semua bentuk tekanan, karyawan menganggap penghinaan di depan umum adalah hal yang paling tidak bisa diterima. Pada kejadian yang pertama, mungkin seorang karyawan belum akan pergi, tetapi pikiran untuk melakukannya telah tertanam. Pada saat yang kedua, pikiran itu diperkuat. Saat yang ketiga kalinya, dia mulai mencari pekerjaan yang lain. Ketika orang tidak bisa membalas kemarahan secara terbuka, mereka melakukannya dengan serangan pasif, seperti: dengan membandel dan memperlambat kerja, dengan melakukan apa yang diperintahkan saja dan tidak memberi sesuatu yang lebih, juga tidak menyampaikan informasi yang krusial kepada sang bos.

Seorang pakar manajemen mengatakan, “Jika Anda berkerja untuk atasan yang tidak menyenangkan, Anda biasanya ingin membuat dia mendapat masalah. Anda tidak mencurahkan hati dan jiwa di pekerjaan itu. “Para manajer bisa membuat karyawan stres dengan cara yang berbeda-beda: dengan terlalu mengntrol, terlalu curiga, terlalu mencampuri, juga terlalu mengecam.

Mereka lupa bahwa para pekerja bukanlah aset tetap, mereka adalah agen bebas. Jika hal ini berlangsung terlalu lama, seorang karyawan akan berhenti – biasanya karena masalah yang tampak remeh. Bukan pukulan ke-100 yang merobohkan seorang yang baik, melainkan 99 pukulan sebelumnya.

Dan meskipun benar bahwa orang bisa saja meninggalkan pekerjaan karena berbagai alasan, misalnya untuk mendapatkan peluang yang lebih baik, posisi, gaji, atau alasan khusus lainnya, tetapi mereka yang keluar itu sebetulnya bisa saja bertahan, kalau bukan karena satu orang yang mengatakan kepada mereka, seperti yang dilakukan bos yang sembrono: “Kamu tidak penting. Saya bisa mencari puluhan orang seperti kamu.”

Meskipun tampaknya mudah mencari karyawan (saat ini tidak terlalu mudah untuk mencari karyawan), perlu dipertimbangkan untuk sesaat biaya kehilangan seorang karyawan yang berbakat. Ada biaya untuk mencari penggantinya. Biaya karena tidak memiliki seseorang untuk melakukan pekerjaan itu sementara waktu. Kehilangan klien dan relasi yang telah dibina oleh orang tersebut. Kehilangan moril sejawat kerjanya. Kehilangan rahasia perusahaan yang mungkin sekarang dibocorkan oleh orang tersebut kepada perusahaan lain. Plus, tentu saja, kehilangan reputasi perusahaan. Setiap orang yang meninggalkan sebuah korporasi akan menjadi dutanya, entah tentang kebaikan atau keburukan.

Artikel terkait lainnya yang bisa Anda baca:
Gadis Baduy - Kampung Kanekes Sedang Menenun

Comments

Popular posts from this blog

10 Pepatah Jawa Kuno Untuk Menjalani Hidup Yang Semakin Kompleks

Kumohon Ya Tuhan MB 218